Jumat, 11 Desember 2009


ULANG TAHUN KE-IV MRP LUNCUR TIGA KEBIJAKAN


Open House of Papua customer merupakan penyuguhan kreasi dan keunikan khas Papua dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun Majelis Rakyat Papua (MRP) yang ke-IV. Sebuah tema diusung guna keberpihakan kepada orang asli Papua yaitu Satu Tanah, Satu Hati, satu Kultur. MRP terus berjuang dalam pemberdayaan dan membela hak-hak orang asli Papua guna mencapai kesejahteraan. Acara yang diadakan selama tiga hari ini, Kamis, 29-31 Oktober dirangkaikan dengan pameran seni lukis, seni ukir, kerajinan tangan, tarian dan pameran makanan khas Papua, yang menceritakan kekayaan alam Papua. “Di sini kita menunjukan semuanya khas Papua, apalagi masakannya tidak kalah dengan masakan chinesefood,” kata Hana Hikoyabi dalam sambutannya. Serangkaian kegiatan dibuka langsung ketua MRP Drs. Agus Alue Alua, M. Th. Antusiasisme masyarakat dalam berpartisipasi pada pesta rakyat ini cukup dirasakan. Bahkan pameran yang direncanakan hanya berlangsung selama dua hari, ditambah menjadi tiga hari karena banyaknya masyarakat yang ingin menyaksikan.

Usia 4 Tahun

Sejak pelantikan 31 Oktober 2005 oleh Mendagri di Sasana Krida Kantor Provinsi Papua, MRP sebagai roh utama UU No. 21 tahun 2001 belum dilengkapi dengan perlengkapan yang dibutuhkan sehingga belum kuat dan mampu berjalan. Agus A. Alua mengatakan MRP ibarat diterjunkan dihutan rimba belantara tanpa kompas penunjuk arah. MRP masih berjalan dihutan rimba belantara dan masih mencari arah serta tujuan.

Namun MRP berhenti disuatu titik di hutan rimba itu guna merefleksi apa yang sebenarnya amanat dasar dan semangat dasar dari UU Otsus. “Pemerintah belum mengatur dalam bentuk Perdasus apa tugas dan wewenang MRP sebagai representasi kultural bagi orang asli Papua,” kata Alua. Usai 4 tahun bukanlah usia muda lagi, oleh sebab itu MRP mengambil langkah guna mengakomodasi perlindungan dan keberpihakan kepada orang asli Papua dengan mengeluarkan tiga keputusan kultural yaitu: keputusan kultural no. I/KK-MRP/2009 tentang kebijakan hak-hak dasar orang asli Papua. Keputusan Kultural no. II/KK-MRP tentang kebijakan kesatuan kultural orang asli Papua. Dan keputusan Kultural no. III/KK-MRP/2009 tentang kebijakan khusus dalam rangka keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan orang asli Papua. “Semoga dapat dipakai oleh Gubernur, Walikota, Bupati dalam rangka mengambil kebijakan bagi orang asli Papua,” harap Alua.

Kata sambutan gubernur yang diwakili Alex Hesegem, SE, menyampaikan MRP sudah saatnya mengambil terobosan dan menetapkan landasan. MRP harus berada pada barisan paling depan untuk membela hak-hak dasar orang asli Papua. “MRP penting dan pangaruh. Oleh sebab itu kalau ada perusahaan yang tidak membangun Papua maka MRP punya hak untuk menolak keberadaan perusahaan tersebut,” kata Hesegem.

Menurut Ketua Pokja Adat Zaenal Abidin Bay, sudah cukup banyak yang telah dilakukan oleh MRP guna keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat asli Papua. Ketiga poin tersebut merupakan suatu hal yang sangat prinsip dan terus-menerus didorong secara menyeluruh. Orang Papua memandang tanah dan hutan sebagai ibu yang harus dimanfaatkan dan dijaga baik-baik serta bisa memberikan sesuatu yang baik bagi anak-anaknya. “Kita berusaha masukan tanah adat dalam sistem hukum nasional, karena kita punya filosofis pertanahan khususnya di Papua berbeda dengan di daerah lain,” kata Zaenal. Selain itu, diusia yang ke-IV ini sudah 2 Perdasus yang disahkan dan diterima MRP yaitu Perdasus no. 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah. Kedua Perdasus no. 21 tahun 2008 tentang pengelolaan hutan berkelanjutan. Sebagai bentuk keseriusan MRP dalam perlindungan dan keberpihakan kepada masyarakat, khususnya orang asli Papua sudah diluncurkan tiga kebijakan oleh ketua MRP. Menurut Zaenal, peluncuran tiga kebijakan itu sangat penting ketika Pemerintah Provinsi atau kabupaten menyusun sebuah konsep, sehingga menjadi acuan peraturan dimasing-masing daerah. Kebijakan tersebut guna memproteksi supaya masyarakat dapat mengelola, menikmati dan eksis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga semangat UU no. 21 terlengkapi dengan adanya peluncuran buku tersebut. “Orang Papua dapat berkembang sesuai dengan ruang yang dia miliki,” kata Zaenal. Yahya Jarisetouw, seorang pemuda mengaku setiap hari datang untuk menyaksikan pertunjukan yang disajikan oleh MRP. Ia mengaku puas dengan acara yang dilakukan. Ia berharap MRP mengedepankan hak-hak dasar orang asli Papua, terutama pendidikan kesehatan sehingga tidak ada kata ketertinggalan. Kinerja MRP di usia empat tahun di mata Yahya masih fifty-fifty dalam melakukan terobosan. “Dengan adanya peluncuran buku tentang tiga kebijakan dari MRP, semoga cepat dilanjuti kepusat sehingga ditindaklanjuti,” kata Yahya. (Jon/R4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar