![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJmddKLq0QAFXg7IEX_FXVr8q0R9SSwg8-qU_m7bxOpjKuc9An3L-hDnVF8TDvEDZ8yjc10Tkn4ELN83GHwlp-EslF2iDCDkK5cx11Jtuap42d_bBdB8cXq13q8W9aYxFpxcZWbQ5uGBw/s320/IMG_1251.jpg)
MENGUBAH STIGMA TENTANG PEREMPUAN
“Membawa mereka dari gelap kepada terang”, merupakan sebuah motto dan prinsip hidup yang ditanamkan erat- erat didalam hati, demi perjuangan kaum perempuan terhadap diskriminasi, ketertinggalan dan kekerasan.
Kepala biro pemberdayaan perempuan Provinsi Papua, Dra. Sipora Nelci Modouw, menuturkan, sejak duduk di kelas 5 SD jiwa berorganisasi mulai terbentuk. Tidak bisa dipungkiri, didikan orang ‘Bule’ (Guru dari barat-red) memberi dampak positif bagi anak didiknya. Prinsip hidup disiplin baik dalam bertindak maupun dalam menyelesaikan tugas yang diberikan harus tepat waktu. Alhasil, saat ini menjadi seorang pemimpin yang siap menularkan ilmunya bagi perempuan Papua.
7 November 1950 merupakan hari yang bersejarah dalam hidupnya, dimana ia dilahirkan di kampung Asei, Sentani ini. Masa kecilnya sama seperti anak-anak lainnya. Pada saat usia sekolah Sipora bersekolah dengan baik hingga menyelesaikan SDnya. Tamat SD melanjutkan studinya ke SMP. Di SMP ditunjuk menjadi ketua asrama putri pada tahun 1963- 1967. Pada saat SMP Sipora mengikuti gerakan pelajar anti gerakan 30SPKI dengan menandatangani kesepakatan yang berbunyi “Kami semua pelajar tidak setuju dengan gerakan 30SPKI itu” pesertanya dari seluruh Indonesia.
Selesai SMP melanjutkan ke SPG (sekolah pendidikan guru), disana menjadi ketua asrama putri SPG pada tahun 1968- 1969. Setelah dari SPG dikirim tugas belajar di Bandung, kesekolah guru luar biasa (SGLB), spsialisasinya belajar tentang anak- anak cacat tunagrahita. “Tunagrahita itu mencakup anak- anak yang lambat belajar, yang bodoh- bodoh dan nao- nao, nah saya guru itu. Biasanya mereka termasuk golongan C atau sekolah luar biasa bagian C. Disekolah SGPLB (sekolah guru pendidikan luar biasa) dari tahun 1971- 1973 dibiayai oleh pemerintah,” jelasnya.
Alumni IKIP Bandung ini, merasa tidak cukup hanya sekolah guru, maka melanjutkan pendidikan ke IKIP Bandung pada tahun 1974- 1977 untuk memperdalam pengetahuan tentang Tunagrahita sampai memperoleh gelar sarjana muda pendidikan luaar biasa. Di SGLB dipercayakan lagi menjadi ketua asrama. “Walaupun di Bandung, saya tetap dipercayakan menjadi ketua asrama mengkoordinir kurang lebih 60 mahasiswi, dari Sabang sampai Merauke,” jelasnya.
Disamping sebagai ketua asrama, Sipora juga dipercayakan sebagai bendahara kerukunan mahasiswa Indonesia pendidikan luar biasa. Sambil kuliah Sipora tidak membuang waktunya sia- sia tetapi memanfaatkan waktu yang ada untuk latihan kepemimpinan (leadership) untuk pertama kalinya pada tahun 1976 bertempat disenat IKIP. Di senat IKIP inilah kepemimpinan Sipora mulai terbentuk dengan baik.
Ketua badan koordinasi wanita (BKW) seluruh Papua, menambahkan, Pada tahun 1977 kembali ke Papua. Tetapi dikirim kembali ke Bandung untuk menyelesaikan Sarjana pendidikan pada tahun 1987 dan selesai 1990. pada tahun 1990 tersebut kembali pulang ditanah tercinta Papua. Dalam perjalanan dari tahun 1965 sampai sekarang sudah banyak organisasi yang digeluti, seperti ikatan guru seluruh Indinesia (IGSI), ikatan sarjana pendidikan Indonesia (ISPI) dll.
Menjabat ketua PERWOSI ini, Masih aktif menjadi ketua wanita pembangunan Indonesia (WPI) dari 1993 sampai saat ini. Organisasi politik ini dibawah asuhan Golkar. Banyak yang dilahirkan oleh Golkar seperti AMPI. Tidak hanya itu Sipora juga menjadi Ketua BKW (Badan Koordinasi Wanita) seluruh Papua. Dan baru- baru ini Di bidang Olahraga baru dilatik menjadi ketua Porwosi (Persatuan wanita olahraga seluruh Indonesia) untuk Provinsi Papua dari periode 2009- 2013.
Alumni SMP Kotaraja dalam ini menjelaskan, sejak tahun 1971 sudah bekerja didinas pendidikan dan pengajaran sampai tahun 2001. “Saya lulus SPG tahun 1970 langsung pengangkatan, karena daerah membutuhkan,”. Pada tahun 1973 diangkat menjadi PNS. “Saya calon pegawai itu tujuh tahun, karena ada peraturan bagi yang sekolah itu tidak bisa diangkat, karena saya sambil sekolah. Ya konsekuensinya saya terima. Pada tahun 1977 saya diangkat dengan penyesuaian ijazah dan golongan IIa naik ke IIb. Tahun 1978 saya sudah naik golongan IIb sebagai pengatur tingkat I.
Ibu yang mempunyai hobi olahraga ini, menjelaskan, tanggal 16 Mei 2001 dilantik menjadi kepala bagian (kabag) pemberdayaan perempuan Kabupaten Jayapura. Tanggal 29 Juni 2001 saya dipanggil oleh Gubernur J.P. Solossa, dan dilantik menjadi kepala kantor pemberdayaan perempuan Provinsi Papua. Jadi hanya 30 hari saya di kantor pemberdayaan perempuan kabupaten. Walaupun saya sudah menjadi kepala kantor pemberdayaan perempuan Provinsi, namun dari bulan Juli sampai Desember 2001, saya tetap membenahi kabupaten Jayapura dan benahi Provinsi. Dua wilayah ini saya benahi, sampai seluruh perangkatnya lengkap, artinya dari SDA, fasilitas kantornya terpenuhi, akhirnya tepat bulan Januari 2002 saya melepaskan Kabupaten Jayapura dan sekarang fokus di Provinsi. “Jadi kalau tahun 2001 dulu saya harus berbagi waktu, kalau pagi di kabupaten dan siangnya harus di provinsi. Begitu juga sebaliknya, semuanya ini terjadi selama 8 bulan”.
Ibu yang senang berorganisasi ini, mengucap syukur, dengan demikian saya belajar dari Kabag sekaligus menjabat sebagai kepala kantor, 8 bulan saya benahi dan akhirnya saya mengambil sikap yang tegas kepada almarhum Gubernur Solossa saya katakan pada 7 Januari kembali saya katakan kepada posisi semula kalau saya tidak dapat tempat. Jadi selama saya di Provinsi tidak diberi ruangan, meja, kursi untuk duduk. Saya tidak pernah mendapat ruangan yang layak untuk kerja. Dan akhirnya sekarang mereka sudah memberikan saya ruangan beserta staff.
“Anda bayangkan, selama 6 bulan saya kerja tanpa kursi dan meja, bagi seorang aparatur. Tapi ini sangat berkesan bagi saya dan saya akan tulis dalam otobiografi saya sebagai suatu catatan- catatan yang penting. Dan itu membina kita untuk bagaimana menjadi seorang aparatur, bukan itu tidak baik, namun ada nilai- nilai positifnya,” ujarnya.
Sesudah ada ruangan, saya menata seluruhnya seoptimal mungkin bagaimana perempuan ini mau dibawah dan mau dibawa kemana. Saya membuat latihan kepemimpinan wanita. Dari kekurangan perempuan Papua menjadi seorang pemimpin sehingga terdapat kekosongan, gap yang cukup panjang dalam birokrasi. Pada tahun 2001 Saya berpikir satu materi pertama yang harus dimulai adalah latihan kepemimpinan (leadership) bagi perempuan, dengan anggaran yang diberikan pemerintah. Kita tolong banyak perempuan untuk bisa melihat bahwa dia bisa memimpin dirinya sendiri, disamping memimpin orang lain.
Ibu dari 4 orang anak ini, mengatakan,“Seperti visi-misi kami, bahwa di Papua perempuan bisa menjadi setara, baik itu setara dalam berpikir, ataupun sebagai mitra sejajar. Jadi mereka tidak hanya tahu ruang dapur dan depan, tetapi kita antar mereka diluar ada banyak kesibukan dan ada banyak hal yang perlu diketahui oleh perempuan,”
Ketua IPAS (Ikatan Perempuan Asal Sentani) ini menjelaskan, Pada tahun 1983 diutus untuk mengikuti pertemuan nasional ke Maluku- Ambon. Tahun 1984 mengikuti seminar tentang peranan wanita dalam pembangunan tingkat nasional di Bali. Selain itu pada tahun 2001 Sipora juga pernah berangkat ke Uganda untuk study banding bersama Wakil Gubernur Papua saat itu Constan Carma, untuk belajar tentang HIV/AIDS selama 10 hari. Pada tahun 2006 bersama dengan Gubernur Barnabas Suebu ke Fort Numbay dalam rangka hubungan Bilateral kedua negara dan beliau mendapat award dari pemerintah Inggris.
Menurut Sipora, sebelum pensiun ia mesti mencari kader-kader yang nantinya mampu melanjutkan tugas-tugasnya. Untuk memperkaya wawasan ia selalu berusaha menimba ilmu dari orang lain di setiap kesempatan.
Tantangan bukan sebagai sesuatu yang mematikan.”Saya berusaha mencari solusi sebagai pemecahan sebuah masalah. Misalnya jika saya terbatas dalam memberikan kebijakan bagi LSM tapi masih ada Gubernur, Sekda, yang menjadi atasan saya yang berwenang,” kata Sipora. Dukungan juga datang dari sang suami Drs. Simson Dimara, yang merupakan kepala Dinas P dan P Kabupaten Biak Numfor.
Motto “membawa mereka dari gelap kepada terang”, berharap, bahwa perempuan Papua harus bisa sama dengan perempuan didunia ini, khususnya Indonesia dan lebih terkhusus lagi dia bisa tampil di Papua, kalau laki- laki bisa mengapa kita perempuan tidak bisa? Bisa dalam seluruh aspek, dengan demikian pengetahuan mereka harus dimiliki dan ketrampilan, sehingga ketika tampil dia tidak dipinggirkan, tidak dimarginalkan, tidak didiskriminasi. “Saya selalu berbicara keras, perempuan tidak boleh didiskriminasi. Kita harus berbicara mulai sekarang, kalau tidak, kapan lagi? Tandas mama dari Dian Sherly Dimara, Daniel Dimara, Ochan Dimara dan Paskalina Dimara. (Jon/CR-7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar