![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYM6a8ch9iu7MiDRDC7lJxX3hbiAz1oWjtYHF_w8XRIOyjJJeTUwha0Y0vkQ0cVOb_DFcOuUNeW2YL5WAwMyhTdvrb7qcLArcPp6P-hzZtn3J-8HH5LRsknVh01VasyXEsvHZXZ2IyUeM/s320/Nia+Mindipko,+penjual+daging+babi+di+pasar+Yotefa+(1).jpg)
FLU BABI, PENJUAL MERUGI
Sejak ditemukannya virus H1N1 (Flu Babi- red) yang terjadi di Meksiko dan Amerika membuat warga tersentak panik. Virus mematikan ini telah menelan korban 89 orang per 28 Mei 2009 dan hingga kini belum diketahui obat yang dapat menangkal peredaran virus ini.
Virus ini membuat masyarakat Indonesia waspada, namun Departemen Kesehatan (Depkes) RI telah mengeluarkan statemen bahwa virus berjenis H1N1 ini belum merambah Indonesia. Meskipun belum ditemukan adanya virus H1N1 di Indonesia, tetap ada efeknya bagi penjual daging babi di Kota Jayapura.
Menurut Nia Mindipko, penjual daging babi di Pasar Yotefa mengatakan, sebelumnya ia dapat menjual satu ekor dalam satu hari, namun sekarang hanya dua paha saja. “Sekarang pembeli sepi, gara- gara ada isu flu babi jadi orang ragu- ragu untuk membeli,” kata ibu yang sudah 4 tahun berjualan daging babi ini.
Nia menambahkan sebelum adanya flu babi ia dapat mengantongi penghasilan Rp 1-2 juta dalam satu hari, dengan harga Rp 75ribu/kg. Namun sekarang penghasilan sedikit dan harga daging babi turun menjadi Rp 60-70ribu. “Dulu harga Rp 75ribu sudah tidak bisa ditawar- tawar lagi, namun sekarang kalau orang tawar ya kita kasi, yang penting tidak sampai dibawah Rp 50ribu,” ujar ibu yang berasal dari Merauke ini.
Hal senada diungkapkan oleh Yusuf mandilang yang berjualan daging babi dipasar PTC (Papua Trade Center- red), ia mengalami kerugian. “Biasanya saya dapat menjual satu ekor satu hari, namun sekarang satu ekor dapat dijual dalam empat hari,” katanya.
Berbeda dengan penjual daging babi, pemilik Rumah Makan Amurang didepan terminal lama, Jayapura, mengatakan pendapatannya tetap stabil walaupun isu flu babi sedang hangat. “Pendapatan tidak ada penurunan, tetap stabil,” kata Boy. Hal senada diungkapkan pemilik Rumah Makan Cinta Segar, di waena tidak ada perubahan dan penurunan dalam pendapatan. “Pendapatan tidak menurun. Satu porsi kita jual Rp 30ribu,” kata Yuli.
Kepala kesehatan hewan (Keswan-red) Provinsi Papua, drh. Indarto Sudarsono, mengatakan setelah diteliti virus Flu Babi yang terjadi sebenarnya tidak ada, itu Virus jenis H1N1, bukan flu babi. “Itu virus H1N1, bukan virus Flu Babi, akhirnya yang dikambinghitamkan babi. Itu hanya domain orang,” terang Indarto.
Meskipun peredaran Virus H1N1 belum ditemukan di Indonesia, namun Keswan Provinsi Papua telah melakukan pencegahan dan himbauan bagi masyarakat. “Kami sudah menghimbau masyarakat supaya ternak babinya dikandangkan, meskipun Virus H1N1 belum nampak, namun kita perlu waspada,” ujar Indarto.
Kepala dinas kesehatan Provinsi Papua dr. Bagus Sukaswara mengatakan, masyarakat Papua perlu waspada terhadap Virus H1N1. “Termasuk kita di Papua semua diminta untuk bersikap waspada terhadap H1N1,” kata Bagus.
Bagus berharap supaya tidak menggunakan kata flu babi sebab asalnya bukan dari babi, tetapi ini jenis virus H1N1. “Jadi tolong jangan pakai kata Flu Babi agar tidak menimbulkan konotasi lain dimasyarakat. Karena sudah disampaikan bahwa ini bukan Flu Babi, tetapi H1N1. Penularannya dari manusia kepada manusia bukan dari babi,” kata bagus.
Adapun penularan Virus H1N1 melalui udara dan kontak langsung dengan penderita dengan masa inkubasi 3-4 hari. Dan Umumnya penyakit ini mirip dengan influenza dengan gejala klinis, demam, batuk, pilek, letih lesu, nyeri tenggorokan, sesak napas dan mungkin disertai mual, muntah dan diare. Untuk mencegah Virus jenis H1N1, masyarakat wajib berperilaku hidup sehat, menutup hidung dikala batuk/ bersin, mencuci tangan dengan sabun usai beraktifitas dan segera kontrol bila mengalami klinis flu. (Jon/ CR 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar