![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwLu0UUnzYym2zMlzI0W1WQHLcJqVkPOWw8m5kvqksSVG1xYu1MiKKbdRc71inpTGDJcLw7rBLEejZraNjdK2Rg_SgwVqOtXhsYGlCXkjoQh8SD_wS8TukAu0fsWnC5Kl7yg1nacxX1Cc/s320/Pembicara+dari+kanan,+Victor+Mambor,+Kordinator+Pengembangan+Informasi+Foker+LSM,+Isak+Kipka,+S.Th+Koordinator+Yakpesmi+dan+Mathias+Aruman,+Kepala+Kampung+Bomela+saat+menjelaskan+kejadian+kelaparan+di+4+Distrik.jpg)
Menunggu Kematian, Tanpa makanan
Bencana kelaparan yang terjadi di Kabupaten Yahukimo masih menyisakan duka. Di mana penyaluran bantuan makanan ataupun kesehatan yang dilakukan oleh Pemkab Yahukimo maupun Pemerintah Provinsi Papua belum sepenuhnya menyentuh masyarakat. Keadaan ini diperparah topografi yang berbukit-bukit serta perkampungan yang berada di balik-balik gunung semakin mempersulit pendistribusian. Belum lagi masalah pengkutan Bama hanya melalui udara dengan cuaca yang tidak menentu atau berubah-ubah setiap saat semakin mempersulit para petugas di lapangan.
Sampai saat ini, Senin, 16 November 2009 masih ada distrik (Kecamatan-red) yang belum tersentuh bantuan. Salah satunya Distrik Seradala yang berpenduduk 4000 jiwa. Janji Pemkab Yahukimo yang akan mengirim bantuan sebanyak 3.3 ton hanya berlalu bagaikan angin. Tidak hanya itu tiga distrik lainnya masih mengalami kekurangan bahan makanan walaupun sudah diberi bantuan, seperti Distrik Langda, Distrik Bomela, dan Distrik Suntamon yang sudah mendapat bantuan sebanyak 2.7 ton, walaupun kurang dari yang dijanjikan. Di mana janji Pemkab akan memberi bantuan setiap distrik sebesar 3.3 ton.
Pada tahun ini ke empat distri, Distrik Langda, Distrik Bomela, Distrik Suntamon dan Distrik Seradala mengalami bencana kelaparan yang paling parah dari kelaparan yang terjadi sebelumnya.
Menurut Isak Kipka, S.Th Koordinator Yayasan Kristen Pelayanan Sosial Masyarakat Indonesia (Yakpesmi) yang mendapat data dan informasi terjadinya bencana kelaparan saat melakukan kunjungan kerja dan evaluasi kegiatan program buta huruf di distrik-distrik tersebut. Setelah melakukan pendataan, ternyata ada 92 warga yang meninggal di empat distrik tersebut akibat kelaparan. Kelaparan dipicu kondisi cuaca dari bulan Januari-Agustus yang terus memburuk. Diperparah lagi pada bulan Mei-Agustus curah hujan cukup tinggi, dan selalu berkabut. Akibatnya, tanaman tidak ada hasil, umbi-umbian hanya tumbuh akarnya saja, kalaupun ada isinya hanya sebesar jempol manusia saja. "Data ini berdasarkan hasil fakta di lapangan bahwa telah terjadi bencana kelaparan yang kemudian mengakibatkan masyarakat terserang berbagai penyakit," tegas Isak.
Guna menganjal perut, saat ini masyarakat mulai dari balita hingga orang tua memakan daun-daunan, Duce/Lana Mentah, Sengketna
Daun Ubi jalar, Daun Labu Siam, Daun Pakis, Sayur Lilin. Setiap hari mereka hanya menyantap dedaunan tersebut, jika tidak diolah dengan baik, maka daun-daun ini akan mengakibatkan diare yang berujung pada kematian. Akibat kekurangan makanan tersebut, kesehatan masyarakat pun terganggu. Masyarakat yang kelaparan itu kemudian terserang berbagai penyakit, seperti malaria, sesak nafas maupun penyakit dalam seperti paru-paru basah. "Yang tidak tahan, kemudian meninggal dunia," katanya.
Menurut Kepala kampung Bomela, Mathius Aroman, sejak terjadi krisis pangan di Distrik Bomela, ribuan warga terpaksa mengonsumsi buah bangal. Buah bangal adalah tanaman lokal asli di Yahukimo yang tumbuh secara liar di hutan. Di mana bau khasnya seperti buah jambu yang mau busuk. Biasanya buah ini diperuntukkan bagi makanan babi. Tetapi akibat tidak adanya makanan lagi, maka masyarakat tetap menyantapnya guna menganjal perut yang keroncongan. Dengan konsekuensi ramput rontok, berat badan turun bahkan nyawa melayang akibat buah tersebut beracun. “Saya ingin supaya pak Bupati dan Gubernur bisa merasakan buah ini, karena sekarang yang masyarakat makan buah ini,” kata Mathias.
Isak Kipka mempertanyakan di tengah hembusan dana Otsus, masih ada daerah yang kelaparan. Apalagi anggaran dana Pemkab melimpah, namun tidak ada hasilnya bagi masyarakat. Ia menyayangkan semua yang terjadi baik itu pembangunan tidak menggunakan perencanaan yang jelas. Berbeda dengan pembangunan oleh badan misi yag memiliki perencanaan yang tepat pembangunan selalu berhasil dan menyentuh masyarakat. “Kami mempertanyakan strategi apa yang akan dilakukan pmerintah guna menanggulangi bencana kelaparan ini supaya tidak terulang lagi. Pemerintah harus melakukan pembinaan secara sistematis dan selalu bekerjasama dengan pihak LSM guna pengontrolan. Kalau tidak maka sama saja seperti membuang hujan diatas pasir,” kata Isak.
Menurut J. Septer Manufandu, Sekretaris Eksekutif Foker LSM Papua, kelapran terjadi akibat siklus musiman yang terjadi setiap tahunnya. Di mana pada bulan-bulan tertentu terjadi perubahan iklim yang ekstrim. Akhirnya, akibat curah hujan yang tinggi, kemudian suhu begitu dingin tanaman tetap tumbuh tetapi tidak ada karbonhidrat yang tersimpan di ubi, karena dipergunakan untuk proses fotosintesis untuk menghasilkan panas sehingga tetap tumbuh. Ketika musim-musim seperti itu, mereka biasa mengkonsumsi buah merah dan kelapa hutan, sayur batang. Rantai sosial ini diputuskan oleh yang namanya bantuan beras itu. Dengan adanya bantuan beras murah/miskin itu rantai sosial ini diputuskan di tambah dengan situasi politik yang lain. Katakanlah pada saat Pemilu, yang laki-laki sibuk ikut politik akhirnya tidak ada yang kekebun. Pengalaman tahun 2006 banyak yang ikut politik akhirnya yang dirumah hanya ibu-ibu dan anaknya. “Saya cerita begini karena saya lahir disitu dan pernah mengalami itu,” kata Septer.
“Ini merupakan siklus yang setiap tahun terjadi. Namun disayangkan tujuan dari pemekaran yahukimo itu untuk melihat situasi-situasi seperti begitu. Situasi ini sudah berlangsung berabad-abad namun mereka tidak pernah mati karena tidak diputusan rantai sosial itu akibat bantuan raskin sedangkan kalori raskin itu tidak mencukupi itu. “Ada prespektif raskin masuk akhirnya membuat masyarakat malas,” kata Septer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar