![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIBqdGyyBwn4dPWAAioXatf5WYu-bHP2GvRwlYlq8wnS11813e6inMdjE9s1uyeMRrKjPTzgbxBAOS2-R2FXiPwvRrcfTJU_rsIHRmhg7VOGXF7Hmfoj56EM79BrXtsGVHoitZWl0At9o/s320/Keluarga+Eduard+Iris.jpg)
KETIKA KAWAN MENJADI LAWAN
Puing- puing rumah sisa kebakaran masih terlihat jelas, belum ada keberanian untuk melihat apalagi memperbaikinya. Masih segar dalam ingatan Helmina Modouw bersama suaminya Eduard Isir peristiwa satu tahun silam. Dimana dari sebatang lilin sebagai alat penerang menghanguskan rumahnya berserta seorang anaknya yang tercinta. Peristiwa naas itu terjadi hari minggu malam, 13 Januari 2008 lalu. “Pada saat itu lampu PLN mati sampai setengah sebelas, jadi kami menyalakan dua batang lilin,” tutur Helmina
Tempat tidur kedua anaknya berada dilantai dua. Bangunan dilantai dua ini bahannya dari kayu, sehingga api begitu mudah membabat semua yang ada didalamnya. Eduard Isir yang biasa di sapa Edu bersama istrinya masih binggung mengapa kejadian tersebut bisa terjadi, padahal lilin yang dipasang jauh dari tempat tidur anak- anaknya, apalagi anak- anaknya sedang tertidur atau ada tikus yang menyengol lilin itu. “Pada saat itu mereka sudah tidur semua. Saya (Helmina) pergi keluar untuk mencari nasi kuning, eh pas pulang lihat rumah mulai kebakar. Nah disitu saya berlari langsung naik kelantai dua dan saya membuka kelambu ternyata hanya ada satu orang saja, saya cari anak saya yang satunya lagi. Kita panggil- panggil tidak ada sautan,” kenangnya.
“Besok paginya setelah api padam kami baru menemukan anak kami yang telah hangus terbakar,” kata Helmina sambil mencucurkan air matanya.
Nadia yang berumur 4 tahun anak kedua mantan pemain Persipura dan kapten Persidafon ini menjadi korban keganasan api yang menghanguskan seluruh tubuhnya. “Kalau PLN tidak mati, mungkin ceritanya tidak begini. Memang sebelum- sebelumnya PLN sering mati, dalam satu minggu 4- 5 kali mati. Sekarang kita menjadi korban,” sesal Helmina.
Meskipun kejadian itu sudah berlangsung satu tahun, namun Helmina masih trauma apabila menyalakan lilin pada saat PLN mati. “Saya lebih memilih gelap dari pada menyalakan lilin,” kata ibu beranak tiga ini.
“Kalau kita terlambat membayar tagihan listrik PLN langsung memutuskan aliran, sedangkan kalau mereka yang terlambat dan sering melakukan pemadaman santai- santai saja. Bahkan jadwal pemadaman juga tidak sesuai,” kata Helmina
Selama musibah itu Edu mengaku hanya menerima bantuan dari keluarga dan teman kantornya. Bahkan untuk beberapa waktu Edu harus menumpang dirumah mertuanya. “Kita tidak mendapat bantuan dari pihak PLN ataupun Dinas Sosial. mertua saya pernah menanyakan ke kantor polisi apakah ada asuransi, tetapi mereka jawab yang ada asuransi kalau kecelakaan di jalan raya saja,” kata Edu menceritakan. (Jon/CR 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar