Jumat, 11 Desember 2009


Antri Minyak, Namun Tak Kebagian


Jatah minyak tanah yang diberikan hanya cukup memasak dalam satu minggu, sisanya cari di luar dengan harga tinggi,”

Sejak pagi Ibu wetipo, warga di jln. Pegunungan Sagu, Dok V mengantri minyak tanah. Tangannya menenteng 12 jergen berukuran 5 liter sudah terikat dijejerkan dengan antrian jergen warga lainnya. Ibu wetipo menjelaskan ada dua kepala keluarga di rumahnya, sehingga jatah minyak tanah ada 60 liter. Jam sudah menunjukan angka 9.30, namun minyak tanah tak kunjung dibagikan, alasannya agen belum menyalurkan kepangkalan.

Meskipun minyak tanah tak kunjung tiba, namun warga tetap setia menunggu, sambil memakan pinang yang mereka bawa. “Kalau tidak ditunggu nanti tidak kebagian,” Antrian jergen minyak tanah tidak bisa dihindarkan, warga mulai berdatangan memasukan jergen sesuai urutan antrian yang ada. “Satu keluarga mendapat jatah 30 liter, itupun tidak sampai satu bulan, hanya satu minggu saja mas,” keluh Wetipo kepada Foja. Ibu Wetipo berharap pada agen supaya ada penambahan stock minyak tanah, sehingga tidak membeli diluar dengan harga yang mahal. Pemandangan serupa terjadi di Jalan Bambu Kuning, Polimak.

Sekumpulan ibu- ibu dan anak gadis antri ditengah panas teriknya sengatan matahari. Ada yang menggunakan payung untuk berlindung dengan posisi tetap dalam antrian demi mendapatkan 10 liter minyak tanah yang menjadi jatah setiap keluarga. Ibu Regina Bano misalnya, mengaku dengan jatah 10 liter per kepala keluarga tidak mencukupi untuk memasak. Apalagi dalam satu bulan hanya dua kali mendapat jatah minyak tanah. “Saya berharap ada penambahan pangkalan lagi di sini, karena ada yang sampai tidak dapat,” kata Regina. Keluhan Wetipo dan Regina, mewakili masyarakat yang ada di kota Jayapura bagaimana sulitnya mendapatkan se-liter minyak tanah. Minyak tanah menjadi barang yang langka, jikalaupun ada harganya melambung tinggi. “Minyak tanah untuk jatah setiap bulan tidak cukup, bahkan pernah tidak kebagian. Untuk memenuhinya kita beli diluar dengan harga sangat mahal, satu jergen berukuran 5 liter bisa mencapai Rp 50ribu,” kata wetipo.

Menurut Ibu Majib, pemilik Pangkalan minyak tanah, di Dok V, setiap kali pengisian di pangkalantnya hanya mendapat jatah 5 drum atau 1000 liter. Keluhan warga sudah disampaikan kepada pihak agen untuk menambah pasokan setiap bulannya, namun jawaban dari agen selalu tidak bisa. Akibat stok minyak yang kurang membuat warga emosi dengan pelampiasannya ke pihak pangkalan. Ibu Majib mengakui kadang kala mendapat perlakuan kasar dari warga yang tidak kebagian jatah minyak tanah, akibat terlambat datang. “Stok kita di RT ini hanya 1000 liter mas jadi kadang- kadang ada warga yang tidak dapat, karena terlambat. Saya sudah berusaha minta supaya ditambah stoknya,” jelas Majib. Cara penyaluran minyak tanah di Pangkalan Ibu Majib tidak menggunakan karcis, tetapi berupa antrian, sehingga siapa yang terlambat akan tidak kebagian. Mengenai harga minyak tanah Di pangkalan ini per liternya Rp 3500 dengan harga dari agen Rp. 2.650. “Mengenai harga di pangkalan sudah pas, Cuma perlu penambahan pasokan lagi,” harap Wetipo. Menurut Drs. Paulus Y. Sumino,MM, OFS, berdasarkan alokasi minyak yang dilaporkan pihak Pertamina ke komisi B stok minyak cukup, namun masih adanya antrian minyak tanah membuat ketua Komisi B ini akan menanyakan langsung ke pihak Pertamina. Sumino mengakui sistim pendistribusian yang digunakan dari Pertamina sudah baik, menggunakan kartu dan daftar dengan jatah tertentu per kepala keluarga dalam setiap minggunya. “Sebetulnya tidak perlu adanya antrian,” Pihak Pertamina perlu pengawasan dan pengontrolan untuk mewaspadai penyalahgunaan pendistribusian sehingga tidak terjadi kekurangan jatah di masyarakat.

Komisi B belum mengetahui adanya kekurangan secara pasti ditempat- tempat lain akibat adanya penyimpangan dari agen ke pengencer, namun ketua komisi B ini akan mengecek kepada Pertamina mengapa sampai terjadi antrian dan sampai ada yang tidak kebagian. Paulus meresponi keinginan masyarakat untuk dilakukan penambahan stok minyak tanah agak sulit, namun jika ada bukti penambahan jumlah penduduk baru maka bisa dipertimbangkan dan dilakukan. Mengenai harga sendiri sudah ada patokan menggunakan satuan harga tertinggi, sehingga tidak akan memberatkan warga masyarakat apalagi minyak tanah masih bersubsidi. “Saya menghimbau bagi agen atau pengencer supaya tidak melakukan penyimpangan, sebaiknya ada karcis dibagi sebagai jatah bagi setiap kepala keluarga, sehingga pembagian merata dan mendapat semuanya,” kata Paulus.

Selain itu pasokan minyak tanah dan gas di Papua agak sulit karena tempat yang jauh, apalagi pendistribusiannya kedaerah- daerah pedalaman membutuhkan transportasi yang sangat mahal, sehingga berdampak pada kenaikan harga minyak tanah tersebut. “Saat ini belum ada stasiun pengisian gas di Papua karena belum ada investor yang berani,” kata paulus. (Jon/CR 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar