HARGA BARANG MAHAL DI PAPUA
Di tengah hiruk- pikuknya pasar Youtefa, mama Marsiana bertahan dengan keuntungan Rp 50ribu. Di terminal Youtefa ia mengelar dagangannya berupa buah pinang dan sirih. Sambil menunggu pembeli tangannya yang terampil merajut sebuah tas noken (tas khas Papua-red). Ibu beranak 4 ini mengaku pendapatannya hanya bisa untuk uang taksi dan sisanya untuk membeli beras. “Harga barang sekarang mahal seperti beras saja Rp 5ribu/kg, saya hanya bisa membeli satu kilo saja, untuk dua kali masak,” kata Marsiana.
Mama Marsiana sekian dari Mama- mama di Papua yang mengeluh mengenai harga sembako meningkat. Menurut Manager Mega Supermarket Abepura- Jayapura, Harga sembako di Papua tidak berbeda jauh dengan harga di Pulau Jawa. Misalnya Sembako perbandingan harga berkisar antara 10-20%, kecuali barang- barang elektronik perbedaannya 100- 150% itu wajar karena resikonya juga banyak. “Sebenarnya kita tidak bisa bermain harga, karena antara supermarket mulai bersaing. Yang bisa bermain harga adalah pengusaha di luar supermarket,“ katanya. Penjaga Elektronik Centeral mengakui perbandingan harga di Papua dengan Provinsi lain berbeda mencapai dua kali lipat. “Bedanya dua kali lipat mas,“ kata Agung.
Ketua DPRP komisi B saat ditemui Foja diruang kerjanya menilai tingginya harga barang di Papua, secara objektif disebabkan setiap barang didatangkan dari luar, setelah datang di Papua barang tersebut sudah dibebani biaya transportasi yang cukup tinggi. Sistim pergudangan di Papua masih belum bagus, masih biaya tinggi. Hal ini disebabkan keamanan di gudang. Harga barang di Papua berbeda antara Kota Jayapura dan pedalaman karena biaya transportasi dan faktor lainnya adalah di Papua terlalu jauh mengikuti hukum pasar, sedangkan Pemerintah belum memiliki sistim kontrol terhadap harga barang. “Untuk mengontrol harga kita harus memiliki badan usaha holding company yang bisa mengontrol harga barang. Pemerintah bisa intervensi untuk ikut mendatangkan barang- barang sehingga bisa dijual dengan harga yang layak kepada rakyat dan sudah ada program badan usaha bidang penerbangan untuk mengurangi biaya transportasi udara yang begitu mahal disebut Papua Gracia, tetapi masih ada hambatan,“ kata Sumino.
Menurut Rayar Habel, General Manager PT. Pelindo IV (Persero) cabang Jayapura, salah satu faktor penghambat dan tingginya harga barang diakibatkan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Jayapura terganggu akibat dari luas pelabuhan yang semakin sempit sedangkan jumlah kontainer yang siap dibongkar sudah menunggu. Apalagi Papua memiliki 27
Menurut Disperindag Provinsi melalui Kepala seksi perdagangan dalam negeri, Ayub Marbo, S. IP, menilai Provinsi Papua 95% bergantung dari produk wilayah lain akibat tidak adanya produksi yang terjadi di Papua. Dan dilihat dari letak geogarafis sangat jauh sehingga wajar harga barang berbeda dari pulau lain. “Harga jual di Papua tidak mungkin sama dengan di pulau Jawa, tetapi setiap hari kami selalu memantau harga barang, jikalau ada yang bermain- main dengan harga barang maka kita akan panggil pengusaha atau pedagang tersebut,” kata Marbo.
Menanggapi harga yang melambung sehingga mencekik rakyat kecil, DR. Ferdinan Risamasu, SE, M.SC, A.gr, pengamat ekonomi Uncen mengatakan di Papua hanya sektor bisnis yang bergerak hanya dalam bentuk jasa konstruksi saja, sehingga 90% bergantung dari pulau lain, seperti Jawa, Surabaya dan Ujung Pandang.
Rendahnya tingkat produksi membuat harga barang meningkat. Kalau kita mau harga murah di Papua harus ada peningkatan kesejahteraan masyarakat, iklim bisnis yang kondusif, seperti kepemilikan tanah yang selalu bermasalah dan terbatasnya energi listrik. Apalagi pada saat ini lembaga perlindungan konsumen seperti YLKI belum ada. “Tidak ada fungsi kontrol dan tidak ada kajian- kajian tertentu dari pemerintah,” kata Risamasu
Kalau Papua mau mempersiapkan produksi maka semua hal harus dilakukan seperti bahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar