Minggu, 06 Desember 2009



BERBAGI DALAM KETERBATASAN

“Hatiku terenyuh melihat mereka, walaupun dalam keadaan cacat, mereka tetap bersemangat menjalani hidup. Tidak ada kata mengemis.”

Berkembangnya prinsip era emasipasi dalam budaya ini, membuat kaum wanita semakin menunjukan jati dirinya baik itu dalam kancah publik, karir maupun dalam pekerjaan. Tidak ada pembedaan dan batasan, meskipun di Indonesia, apalagi di Papua, seorang yang melakukan pekerjaan yang tidak lazim bagi kaum hawa, menjadi hal yang unik. Ibu Santi yang biasa disapa Ma Arin ini tampil beda dari perempuan lainnya. Ia satu-satunya pengojek yang mengkhususkan dirinya untuk mengantar orang-orang yang cacat (Tuna netra) yang ada dilingkungannya. “Awalnya saya tidak ada niat untuk menjadi pengojek, namun setelah melihat mereka (Tuna netra-red) hati saya tergugah untuk menolong, walaupun saya juga susah,” ujar ibu berdarah jawa ini.

Perasaan iba seorang ibu, muncul ketika melihat sesuatu yang seharusnya bisa ditolong oleh manusia yang normal, namun tidak dilakukan. “Ada tuna netra yang tahan-tahan ojek, mungkin pada saat itu bulan tua, lalu dong panggil ojek, tukang ojek jawab, trada helm, padahal disitu ada helm dua. Saya berpikir kalau dong tra kerja dapat uang dari mana,” kenang ibu yang dilahirkan tahun 1975.

Berawal dari kejadian itu, karena iba akhirnya ia mengambil inisiatif untuk menolong salah seorang tuna netra tersebut untuk diantar didepan salah satu tokoh buku di Kota Jayapura. Pertama- tama hanya seorang ibu saja, namun pada hari berikutnya hampir semua tuna netra yang ada dirumah tersebut, meminta pertolongan kepada nya.

Perkerjaan ini tergolong unik, mama Arin menjadi tukang ojek khusus bagi mereka yang tuna netra, selain tuna netra, ia tidak melayani orang yang normal. Jika ada tuna netra yang minta pertolongannya, maka mereka tinggal sms atau telepon, untuk minta tolong diantar ditempat yang diinginkan. Suka dukanya menjadi tukang ojek tuna netra membuat kita berpikir panjang, selain mereka tidak tahu jalan dan tempat, hal ini sungguh menyulitkan dirinya dalam mencari alamat yang dituju. “Pernah satu kali saya mengantar seorang tuna netra, di Dok IX, namun tidak berhasil ditemukan, karena nama dan alamat orang yang dituju tidak tidak dikenal,” ujar suami Indra ini.

Perbuatan baik tidak selalu diterima dengan baik oleh semua orang, begitulah yang dirasakan oleh ma Arin, ia mendapat intimidasi dari dari orang yang tidak senang terhadap apa yang ia lakukan, namun ia tetap mengikuti kata hatinya untuk membantu orang-orang yang sunggu-sungguh membutuhkan bantuan. Tidak hanya itu, ia juga mengatakan ada perlakuan dari tuna netra yang diboncenginya, yang nakal dan jahil, sehingga membuat ia harus bertindak tegas. “Walaupun mereka tuna Netra namun ada juga yang nga sopan. Pernah ada satu laki-laki tuna netra yang nga sopan, saya langsung ingatkan dia. Namun banyak juga yang sopan, baik dan rendah hati,” ungkapnya jujur.

Memang diakui, setelah menolong tuna netra, berkat Tuhan sungguh dirasakan, dimana penghasilan dan kebutuhan hidup terpenuhi. “Ini suatu jalan Tuhan, setelah saya menolong orang yang betul-betul membutuhkan, Tuhan membuka pintu berkat bagi keluarga kami,” ujar ibu dari Arin dan Serin ini. (JON/CR 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar