![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtJEyl8i3sU3Z18XYGiZnXfD5TYWpXdqCWiUbWhL4-PiSBjVkbLZSb0-YTb0PrtQEFU3gC8OMDPzuX28Z981CSGAZwNCmU069RApz9sG-o4M5dGUvNtziCkIisc66FyrLx2ImOCBL1UF0/s320/Ibu+Tresli+dan+Ibu+Ira+(sebelah+kanan)+dengan+motor+jualannya.jpg)
PENTOL GORENG DI GEROBAK MOTOR
“Pekerjaan ini saya lakukan demi mencukupi kebutuhan hidup sehari- hari, sisanya membiayai pengobatan suami yang sedang sakit di Jawa”
Sebuah motor bermerk Supra X dikendarai oleh seorang wanita berkerudung berhenti di depan Sekolah Adven Argapura. Di belakang motornya terduduk sebuah gerobak bertuliskan ‘Pentol Goreng’ dengan tulisan belum dicat seluruhnya. Usianya yang tak muda lagi membuat dirinya bersusah payah turun dari motornya dengan beban berat di belakang motor. Setiap pagi ia di bantu oleh tukang ojek setempat untuk memegang motornya dengan beban yang lumayan berat bagi usianya. Setelah menyetandar motor, mulailah tangannya yang tangkas menyalakan kompor di dalam gerobaknya, sambil menunggu cetakan pentol goreng panas, tangannya mulai menyiapkan telur, daging dan tepung, setelah diaduk menjadi satu, maka tepung sudah siap digoreng dalam cetakan. Pentolan yang sudah matang ditusuk sebanyak tiga buah percis seperti sate. Satu tusukan pentol goreng Rp 1000. Pentol goreng disiapkan sebanyak mungkin untuk menunggu anak- anak sekolah istirahat. Ibu Ira, itulah namanya sesuai nama anak semata wayangnya. Bagi siswa yang bersekolah di Adven- Argapura, wajah Ibu Ira sudah tidak asing lagi bagi mereka, karena saban hari pada saat jam istirahat sekolah selalu menyantap pentol goreng buatan bu Ira. Begitu juga dengan tukang ojek disekitar, selalu membantu Ibu Ira mengangkat jualannya. Sekolah adven menjadi tempat mangkal Ibu Ira untuk mencari nafkah, dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari, dari pagi sampai siang sesuai jam sekolah di Adven. “Kalau anak sekolah pulang, ya saya pulang juga,” kata ibu kelahiran 1964 ini. Pekerjaan ini digeluti Ibu Ida sejak suaminya mengalami sakit yang pada saat ini sedang berobat di Jawa. Penghasilan dari berjualan pentol goreng tidak begitu besar, namun inilah usaha yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, terlebih untuk menanggung biaya berobat suaminya yang sedang sakit. Sebelum suaminya sakit, Ibu Ira bersama suaminya berjualan bakso dorong di depan pelabuhan Jayapura. Namun, saat ini tidak bisa melanjutkan karena tidak ada yang membantu mendorong gerobaknya, sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup Ibu Ira harus berjualan Pentol Goreng. Awal mulanya berjualan Pentol goreng menggunakan gerobak dibelakang motornya terasa berat, namun lambat laun terbiasa walaupun membuat keletihan bagi dirinya. Ibu kelahiran, Pati- Jawa Tengah ini ternyata pernah mengalami hal- hal yang tidak menyenangkan saat ia berjualan Pentol Goreng. Apalagi dimarah oleh orang mabuk sering dialaminya. Sebagai seorang wanita tentunya merasa takut dan gemetar. Ia bersyukur saat ini sudah tidak ada lagi gangguan yang membuat dirinya resah. “Sebagai perempuan kita takut to mas,” kata ibu yang merantau sejak 1984 ini. Pekerjaan Ibu Ira penuh dengan resiko, selain resiko akibat kompor yang dinyalakan menyatu di kap motornya, juga cuaca yang tidak bersahabat (hujan) membuat jualannya basah, sehingga menimbulkan kerugian. Untuk menambah pendapatan ibu yang sudah punya cucu satu ini membuat kue dititipkan di kios- kios dan dibawa sendiri, sehingga ada tambahan pendapatan. Dalam hati Bu Ira tersimpan suatu keinginan membuat tempat usaha baru berjualan bakso yang sudah ada tempatnya langsung, sehingga tidak menguras tenaganya. “Saat ini belum ada dana mas,” kata suami Warijam ini lirih. Berjualan bakso bukanlah pekerjaan baru bagi ibu Ira, pekerjaan itu sudah dilakukan sejak tahun 1990 di pelabuhan, namun akibat suaminya sakit usaha bakso dorong tidak berlanjut karena tidak mungkin mendorong gerobak seorang diri, sedangkan anaknya sudah menikah membuat ia hidup sebatang kara. Pengalam hidup dan sifat kerja keras itulah yang ada dalam diri ibu ini. Sejak hijrah di Kota Jayapura berbagai jenis pekerjaan sudah ditekuninya, mulai dari pembantu rumah tangga, tukang jamu gendong sampai saleman dilakoni. Semuanya dilakukan tanpa ada rasa malu, apalagi gengsi- gengsian yang penting pekerjaan tersebut halal adn bisa untuk menopang kebutuhan hidup. “Saya berharap ada yang membantu modal awal usaha bakso kedepan,” kata ibu Ira sambil tersenyum. (Jon/CR 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar