Jumat, 11 Desember 2009


JELANG NATAL HARGA MEROKET

Padatnya aktivitas jual beli di pasar Youtefa sejak awal Desember ini semakin dirasakan. Kamis, 3 desember lalu, Opi seorang ibu rumah tangga sengaja berbelanja lebih awal, meskipun hari natal masih lama. Alasannya untuk mengantisipasi lonjakan harga barang yang menjadi tradisi menjelang hari raya.

Walaupun berbelanja lebih awal, namun lonjakan harga barang mulai menggeliat. Merangkaknya harga barang mulai dari bumbu-bumbu dapur yang awalnya harga bawang putih dan merah hanya Rp. 15ribu menjadi Rp. 24ribu, telur satu raknya dari Rp. 38 ribu menjadi Rp. 40ribu. lonjakan harga barang ini otomatis memberatkan dan menambah cos perencanaannya perbelanjaannya.

Opi hanya bisa mengeluh dan pasrah dengan keadaan harga barang yang tidak stabil dan cendrung selalu naik. Ia berharap ada tindakan tegas dari pemerintah terutama dinas terkait, guna mengendalikan harga barang pada saat menjelang hari raya selalu melonjak tajam, terlebih menjelang hari raya natal harga barang lebih tinggi lagi dari hari-hari raya lainnya. Opi berpikir pasti ada kesengajaan dari pihak pedagang untuk menaikan harga barang karena ada kesempatan memperoleh keuntungan tanpa sepengetahuan dan pengawasan Disperindagkop “Ya begitulah, namanya juga di Papua,” katanya.

Suharni, yang sudah berdagang selama 8 tahun di pasar Youtefa mengaku mendapat keuntungan lebih dari hari-hari sebelumnya. Di mana momen menjelang hari raya seperti menghadapi natal kali ini semua pedagang mendapat pemasukan lebih. Barang-barang kebutuhan rumah tangga pasti menjadi buruan pembeli guna memenuhi kebutuhan hari raya.

Lonjakan harga barang mulai dirasakan sejak lebaran hingga memasuki bulan natal ini semakin meroket. Menurut Suharni informasi yang ia dapat dari teman-temannya sesama pedagang, sembako naik akibat stok barang tidak ada. Lagian kapal yang biasa membawa barang belum masuk ke Papua. “Sudah tradisi mas, harga barang naik apalagi mau hari raya seperti ini,” kata Suharni.

Meskipun rempah-rempah mengalami kenaikan, berbeda dengan Tuger, yang berdagang sembako di Pasar Youtefa, seperti beras, minyak goreng, gula belum mengalami kenaikan, semuanya masih stabil. Tuger mengakui pasti menjelang hari H nanti ada perubahan harga, namun belum tahu seberapa jauh perubahan harga yang dimaksud karena mengikuti perkembangan pasar dan stok yang dimiliki. “Saat ini belum ada perubahan masih biasa,” kata Tuger.

Menurut Ibrahim Ohorella, Kabid Perdagangan, Disperindag Kota Jayapura pemicu melonjaknya kebutuhan sembilan bahan pokok (Sembako) karena stok barang yang menipis, akibat keterlambatan kapal dari pulau Jawa ke Jayapura yang membutuhkan perjalanan sampai berminggu-minggu. “Jadi pada prinsipnya, semakin banyak permintaan, maka semakin melonjak harga barang,”. Namun saat ini harga barang mulai stabil, dan sembako sampai bulan Januari tetap aman, karena kapal pengangkut kebutuhan sembako sudah tiba. “Stok aman menjelang natal dan tahun baru,” tegasnya.

Di mana harga satu rak telur Rp. 38ribu, bawang putih dan merah Rp. 24-25ribu, ayam potong Rp 28ribu, dan daging sapi Rp 89ribu/kg. Dari harga ini, Ohorella menghimbau kepada pedagang agar tidak menggunakan moment ini untuk melakukan spekulasi harga, sehingga pembeli yang menjadi korban.

Jika ditemukan pedagang yang nakal, maka Disperindagkop Kota akan memberi teguran bahkan sanksi pencabutan surat izin usahanya, bahkan pihak kepolisian bisa mengambil tindakan karena sudah menyangkut kepentingan orang banyak. “Kami akan selalu memantau perkembangan harga di lapangan. Kami berharap kerjasama pedagang supaya harga jangan dinaikan, sehingga pembeli keberatan, apalagi kebutuhan natal banyak. Dalam natal ini, pedagang berilah pelayanan yang baik dengan tidak melakukan spekulasi harga,” katanya.

Menurut Rayar Habel, General Manager PT. Pelindo IV (Persero) cabang Jayapura, salah satu faktor penghambat dan tingginya harga barang di Papua diakibatkan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Jayapura yang terganggu akibat luas pelabuhan yang semakin sempit, sedangkan jumlah kontainer yang siap dibongkar sudah menunggu. Diperparah lagi, pelabuhan hanya satu, tetapi dituntut melayani 27 kota pemekaran. Otomatis menganggu aktivitas dan pihak pengusaha yang berdampak pada harga barang. “Sarana pendukung seperti dermaga dan lapangan penumpukan kontainer terbatas, belum lagi kalau kapal putih (Kapal Penumpang-red) bersandar, otomatis kapal barang harus menyingkir dahulu, ini menambah ongkos lagi bagi mereka, sehingga berpengaruh di harga barang,” jelasnya.

Menanggapi harga yang melambung sehingga mencekik rakyat kecil, DR. Ferdinan Risamasu, SE, M.SC, A.gr, pengamat ekonomi Uncen mengatakan di Papua hanya sektor bisnis yang bergerak dalam bentuk jasa konstruksi saja, sehingga 90% bergantung dari pulau lain, seperti Jawa, Surabaya dan Ujung Pandang.

Rendahnya tingkat produksi membuat harga barang meningkat. “Kalau kita mau harga murah di Papua harus ada peningkatan kesejahteraan masyarakat, iklim bisnis yang kondusif, seperti kepemilikan tanah yang selalu bermasalah dan terbatasnya energi listrik. Apalagi pada saat ini lembaga perlindungan konsumen seperti YLKI belum ada. Tidak ada fungsi kontrol dan tidak ada kajian- kajian tertentu dari pemerintah. Kita tidak berani bermain disektor riil,” kata Risamasu (Joni Harianto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar