PERAWAT PASIEN HIV
“Tersentuh melihat pasien HIV yang dikucilkan dari keluarga adalah awal keterpanggilannya menjadi konselor”
Sore itu, di ruang penyakit dalam wanita, RSUD DOK II Jayapura, tampak beberapa orang suster sedang duduk. Ada juga yang berdiri, ada yang siap- siap mau pulang dengan menenteng tasnya. Awak foja menemui seorang perawat dan bertanya ‘ada suster Siti?’ lalu suster yang disebelahnya langsung menjawab, ya saya, dari mana ya? Tanyanya dengan ramah. Tas yang sudah siap dipikul akhirnya diturunkannya lagi, ia masuk ke ruang kerjanya.
Siti Nurdjaja Soltief. Seorang yang sederhana, ramah dan murah senyum. Ia bekerja di RSUD DOK II sejak tahun 1992. Lulusan D3 Keperawatan ini menaruh perhatian dan mengeluti pekerjaannya dengan penuh tanggungjawab, tanpa merasa terbebani. Ia bercerita. Tahun 1992 ada pasien yang terdeteksi penyakit HIV. Pada saat itu setiap setiap orang ketakutan dan tidak mau merawat pasien tersebut. Dalam pikiran mereka, penyakit tersebut betul- betul menakutkan. “Pada saat itu belum diketahui cara penularan HIV,” kenang Siti.
Walaupun belum diketahui cara penularannya. Suster Siti tetap melakukan pendekatan dan mengajak pasien tersebut ngobrol. Hati dan perasaannya langsung tersentuh karena pasien tersebut harus tinggal sendiri, menjerit dan tidak boleh ditemani oleh keluarganya. Kalaupun ditemani harus menggunakan sarung tangan. Begitu juga dengan perawat pengamannya harus over protektif, sehingga untuk mengambil darah harus ditusuk berulang- ulang kali. Ia terenyuh melihat keadaan pasien tersebut, sudah tersiksa oleh penyakit yang dialaminya, ditambah rasa sakit yang harus ditahannya akibat di tusuk dobel- dobel. Menyaksikan kejadian tersebut, akhirnya ia mengambil langkah dengan cara pendekatan, ngobrol dan bercerita, sehingga pasien tersebut bisa tersenyum dan berbagi cerita. Tetapi karena pasiennya sudah masuk stadium empat, akhirnya meninggal.
Belajar dari pengalam tersebut membuat Siti lebih penasaran dan bertanya- tanya. Mengapa orang mesti harus takut dan tidak dekat dengan pasien penyakit HIV/AIDS tersebut? Dengan banyak belajar akhirnya membuat Siti lebih dekat lagi dengan pasien karena dengan makan bersama, ngobrol dan bercerita tidak akan terjadi penularan. Siti menjelaskan Penularan HIV hanya melalui empat hal, yaitu melalui hubungan sek beresiko, artinya sek berganti- ganti pasangan tanpa menggunakan alat pengaman, transfusi darah, ibu hamil kepada anak yang dikandung tanpa intervensi dan jarum suntik yang tidak seteril.
Sejak tahun 1998 hingga sekarang Siti membuat kelompok dukungan bagi HIV positif. Awal mulanya yang melakukan pendampingan hanya tiga orang, dengan tujuannya menjadi teman cerita, sahabat, serta memberi kekuatan, memberi penghiburan tidak merasa tersingkirkan, karena pada saat itu banyak sekali yang meninggal. “Waktu itu belum ada obat dan ARV,” kata anak dari H. M.L Soltief dan Siti Norma ini.
Pada tahun 2001, berdirilah kelompok Jayapura Support Group (JSG). Kata suster Siti, JSG berdiri akibat pertemuan HIV positif yang setiap harinya bertambah. Pada saat itu hampir setiap bulan mengubur tiga orang teman yang positif HIV. Dari keadaan tersebut membuat kelompok dukungan semakin bertambah, dengan prinsip memberikan penguatan supaya dia bisa menghadapi mautnya dengan tenang, dengan sukacita. Hal Itu yang kita lakukan dulunya, tetapi sekarang kita berharap mereka bisa hidup lebih panjang dengan pengobatan yang baik dan hidup yang positif. “Pada saat itu, dia bisa hidup enam bulan saja, kita sudah senang banget,” kata wanita lajang ini.
Melakukan konselor pertama kali
Bekerja di RSUD dok 2 memberi dampak yang positif. Di mana dari sinilah pasien ditemukan. Mulai melakukan pendekatan dan konseling, akhirnya pasien disarankan untuk melakukan tes tanpa paksaan. Setelah mengetahui hasilnya baru diberitahu kepada pasien. Yang mengetahui hanya konselor, dokter dan pasien tersebut, jadi tidak heboh, sehingga pasien merasa lebih nyaman.
Semua yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan, tidak hanya itu rumahnya pun dijadikan tempat singgah bagi yang terinfeksi. Di mana saat ini yang sering berkumpul ada 72 orang. Yang lainnya sudah pulang ketempatnya masing- masing dan ada yang menjadi pembina di tempat masing- masing. Siti bersyukur dokter- dokter yang ada care dan memberi dukungan sehingga memberi semangat dan tidak mempersulit. Siti mengatakan dukungan dan support dana hanya ada dari MCC (Menonite centra committe) yang memberi Bama untuk 40 orang yang terinfeksi. Bama tersebut langsung di urus oleh ODHA sendiri. Selain itu ada sumbangan dari perorangan atau gereja yang peduli.
Suster Siti berharap, teman- teman yang sudah terinfeksi supaya tidak terlibat menularkan virusnya kepada orang lain dan bertanggungjawab menjaga kesehatannya sendiri. Untuk masyarakat agar bisa mengerti tentang HIV sehingga bisa menjaga diri dengan baik, sehingga tidak terinfeksi. “Ada kepuasan bathin, ketika melihat mereka sehat dan bisa berdaya kembali serta bisa hidup normal dan menikah,” kata wanita yang sedang menyelesaikan Sarjananya di Uncen ini. (Jon/CR 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar